Jumat, 28 Desember 2012
Nilai Akhir 1I (Non UAS)
Nilai Akhir 1C (Sebagian plus UAS)
Nilai Akhir 1A (non UAS)
Nilai Akhir 1B (Non UAS)
Kamis, 06 Desember 2012
Nilai Kuis 3 D3 - Perbankan - 1A
Selasa, 04 Desember 2012
Kuis 3 1C D3 - Perbankan
Senin, 03 Desember 2012
Nilai Kuis 1B
Jumat, 16 November 2012
Senin, 05 November 2012
Nilai UTS IC D3 - Perbankan
Nilai UTS IA - D3 Perbankan
UTS IB D3-Perbankan
UTS Akuntansi I
Kamis, 01 November 2012
Nilai Kuis ke-2 Kelas IA D3 - Perbankan
Selasa, 30 Oktober 2012
Catatan Kaki Nelayan Tuna Sendang Biru
Catatan Kaki Nelayan Tuna Sendang Biru
Ketika mendengar Malang Selatan
mungkin yang terngiang dalam pikiran kita adalah keindahan pantai yang terdapat
di sana, di mana terdapat Sendang Biru, Pulau Sempu, Tamban, Bajul Mati, sampai
pada pantai Gua Cina. Memang pantai wilayah Malang Selatan mempunyai cita rasa
tersendiri bagi setiap orang yang pernah singgah di sana.
Jauh dari keindahan pantai yang
disuguhkan di wilayah Sendang Biru terdapat beberapa hal yang menarik untuk
kita cermati secara lebih mendalam. Jika kita berfikir sejenak, Sendang Biru merupakan pantai yang
sangat luas dan tentu saja memiliki kekayaan laut yang tidak ternilai
harganya.
Sendang biru merupakan ladang
penghidupan bagi para penduduk daerah tersebut bahkan bagi para nelayan yang
berasal dari luar daerah,
sebut saja Bugis yang sebagian masyarakatnya memang sebagai pelaut, NTT dan
masih banyak lagi suku bangsa dari daerah lain. Salah satu sumber penghidupan
di daerah tersebut adalah bekerja sebagai Nelayan Tuna. bayangkan saja sekali
melaut ikan tuna mereka bisa membawa pulang sekitar 20 juta, itu bukan nominal yang kecil
tentunya. Berdasarkan
paparan diatas, saya semakin tertarik tentang kehidupan nelayan tuna di sana.
Nelayan Tuna di Sendang Biru
kebanyakan merupakan suku Bugis, sedangakan penduduk asli yang berprofesi
sebagai nelayan tuna hanya beberapa saja karena mayoritas penduduk lebih
berprofesi sebagi nelayan kapal slerek. Nelayan Tuna di Sendang Biru sebagian
besar tidak mempunyai rumah tinggal menetap mereka kebanyakan memilih untuk kos
dan mengontrak rumah hal itu dikarenakan mereka bukan warga lokal jadi kalau
tidak musim Tuna atau pada hari - hari besar biasanya mereka pulang ke
daerahnya masing -masing. Itu
tadi sedikit gambaran secara umum nelayan tuna di
Sendang Biru.
Kita
berlanjut aset yang dimiliki oleh para nelayan tuna Sendang Biru, kapal yang mereka gunakan untuk melaut
sebagaian besar adalah milik para juragan kapal yang biasanya juga sekaligus
berprofesi sebagai pengambek, sehingga nanti pada akhirnya terdapat sistem bagi
hasil antara si pengambek dengan para nelayan. Hasil dari tangkapan para
nelayan pun bervariasi ada nelayan yang menangkap tuna sirip biru (bluefin tuna) dan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) di mana mereka
mengkategorikan yang dikatakan tuna layak jual dengan kualitas baik adalah tuna
yang mempunyai bobot diatas 20 kg. Memang apabila dilihat hasil tuna khususnya
di wilyah Jawa Timur, Sendang Biru merupakan penghasil tuna yang baik dengan
kualitas yang bagus.
Mengenai hasil tangkapan yang mereka
dapat, karena sesuai dengan apa yang disebutkan diatas, kebanyakan para nelayan
mengadakan kontrak peranjian dengan para pengambek yang nantinya dari pengambek
akan dijual ke perusahaan – perusahaan besar dimana proses tersebut
dilaksanakan di TPI. Membicarakan TPI tidak lengkap rasanya kalau kita tidak
menanyakan bagaimana peran TPI di daerah Sendang Biru terhadap para nelayan tuna.Dengan
adanya TPI di Sendang Biru sangat membantu para nelayan khususnya pengambek
dalam menjual tuna. TPI di Sendang Biru bisa dikatakan mempunyai peran sentral
dalam perdagangan tuna di Sendang Biru. “Semua tangkapan nelayan harus dijual
atau di lelang di TPI apabila ada nelayan menjual di luar TPI maka akan
dikenakan sanksi jadi nelayan di sini tidak ada yang berani melanggar aturan
itu” itu kutipan dari salah satu nelayan tuna yang saya ajak berbincang.
Secara umum dapat saya simpulkan bahwa proses melaut nelayan tuna di sana bisa saya berikan urutan
sebagai berikut:
- Terjadi pembicaraan kontrak
antara si nelayan dan di juragan kapal/ pengambek
- Si
pengambek menyiapkan semua kebutuhan untuk melaut seperti : perbekalan, alat
pancing dll. di samping itu apabila si nelayan/ kapten membutuhkan
pinjaman uang, si pengambek juga harus mau meminjami dengan ketentuan
hasil dari melaut nantinya dipotong hutang si nelayan
- Ikan
hasil melaut secara prosedural memang dijual atau di lelang di TPI, akan
tetapi penjualan yang di lakukan di TPI bukan dijual oleh para nelayan
akan tetapi di jual oleh para pengambek kepada perusahaan - perusahaan
besar
Ada hal menarik dari diskusi saya
dengan beberapa nelayan, terutama soal
si nelayan dengan si pengambek. “Dengan pendapatan
yang bisa dikatakan besar sekitar 20 juta sebenarnya mereka (nelayan tuna) bisa
membeli kapal yang kisaran harganya sekitar 75 sampai 150 juta” itu kata saya
terhadap nelayan. Dengan tersenyum dia menerangkan kepada saya “hasil tangkapan
tersebut tidak diterima semuanya oleh nelayan mas, tetapi kita ada bagi hasil
50 ; 50 kepada pemilik kapal/ pengambek, belum lagi kalau kita punya hutang,
jadi harus dipotong hutang juga mas, belum lagi harus membayar para ABK”.
Dari percakapan
diatas saya sedikit dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya pembagian hasil yang
dilakukan itu terlalu tinggi dan tidak sepadan dengan apa yang yang dikerjakan
oleh para nelayan. Hal
ini bisa dirasakan kurang begitu adil karena si pengambek hanya
bermodalkan kapal dan uang sementara si nelayan harus melaut kurang lebih
selama 10 -15 hari di lautan lepas dengan berbagai bahaya yang tidak terduga.
Tetapi walau kenyataannya demikian para nelayan tetap
mengatakan bahwa tetap menjalin hubungan baik dengan para pengambek karena pada
dasarnya mereka tetap saling membutuhkan satu sama lain. Banyak hal yang bisa
di dapat dari si pengambek kata si nelayan, diantaranya mereka mendapatkan
pinjaman yang cepat tanpa adanya aturan yang berbelit – belit dan mendapatkan bantuan
biaya – biaya yang dibutuhkan saat melaut, itu merupakan salah satu alasan
utama mengapa pengambek begitu berperan penting dalam kehidupan para nelayan.
Minggu, 21 Oktober 2012
Jumat, 12 Oktober 2012
Kamis, 11 Oktober 2012
Selasa, 09 Oktober 2012
Senin, 08 Oktober 2012
Senin, 27 Agustus 2012
1.
Perencanaan
Tenaga Kerja
Perencanaan tenaga kerja merupakan cikal bakal
dari pembentukan tenaga kerja yang handal dan produktif. Dengan perencanaan
yang matang diharapkan dapat membentuk banyak tenaga yang profesional di
bidangnya. Indonesia merupakan negara yang mempunyai jumlah tenaga kerja yang
banyak. Akan tetapi perencanaan tenaga kerja yang ada di tiap provinsi di
Indonesia tidak merata seperti yang diharapakan. Berikut adalah gambaran
provinsi yang memiliki perencanaan tenaga kerja yang baik dan yang berperingkat
terbawah dari 33 provinsi yang ada di Indonesia.
Gambar 1.1
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Yogyakarta
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Gambar 1.2
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Maluku Utara
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
2.
Penduduk dan
Tenaga Kerja
Keadaan ketenagakerjaan dan penduduk di Indonesia
bergerak saling beriringan dan sejalan. Disaat jumlah penduduk naik maka
tingkat tenaga kerja juga akan naik begitu pula sebaliknya. Naiknya jumlah
tenaga kerja dan penduduk di Indonesia merupakan masalah tersendiri yang sulit
dipecahkan, semakin tinggi jumlah tenaga kerja maka akan menambah permasalahan
baru apabila tenga kerja tersebut tidak terserap sepenuhnya di lingkungan kerja
sehingga meninggikan angka pengangguran.
Berikut adalah gambaran provinsi yang memiliki
penduduk dan tenaga kerja tertinggi dan terendah yang terdapat di indonesia
Gambar 1.3
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Bali
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Gambar 1.4
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Sulawesi
Selatan
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
3.
Kesempatan
Kerja.
Kesempatan kerja yang terdapat di Indonesia umumnya
tidak terdisitribusi sempurna. Secara umum masyarakat menggambarkan bahwa
kesempatan kerja tertinggi berada di pusat atau kota – kota besar dan
kesempatan kerja terendah berada di kota – kota kecil atau daerah – daerah
terpencil. Akan tetapi apabila kita melihat data yang diterbitkan oleh
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, kesempatan kerja tertinggi berada di
Kep. Riau dan kesempatan kerja terendah berada di Nusa Tenggara Barat.
Gambar 1.5
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Kep. Riau
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Gambar 1.6
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Nusa Tenggara
Barat
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
4.
Pelatihan dan
Kompetensi Kerja
Pelatihan dan kesempatan kerja merupakan
permasalahan yang bisa dilihat dari dua sisi. Sisi pertama diliat dari pemberi
pelatihan kerja dalam hal ini pemerintah mempunyai alasan klasik dimana
kurangnya modal dalam membina dan menyelenggarakan bagi para tenaga kerja. Di
sisi yang kedua dilihat dari para tenaga kerja, kebanyakan para tenaga kerja
ada yang enggan mengikuti pelatihan yang diadakan dengan berbagai alasan yang
beragam. Berikut akan disajikan gambaran provinsi yang menempati urutan pertama
dan terakhir dalam pelatihan dan kompetensi kerja di Indonesia
Gambar 1.7
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Sulawesi
Tenggara
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Gambar 1.8
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Riau
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
5.
Produktivitas
Tenaga Kerja
Upaya perluasan kesempatan kerja dalam pembangunan semakin
mengedepan apabila dikaitkan dengan masalah produktivitas pekerja. Menurut
Arndt dan Sundrum (1983; 40), masalah
sesungguhnya adalah bagaimana orang dipekerjakan
atau bagaimana produktifnya kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka.
Analisis Effendi (1992: 12), menunjukkan bahwa selain jam kerja yang relatif
masih rendah (kurang dari 35 jam untuk
sektor pertanian, tetapi untuk sektor industri dan jasa bahkan lebih
dari 45 jam per minggu), maka kenyataan dari mereka yang telah bekerja dilihat
dari pendapatan yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan Kebutuhan Fisik
Minimum (KFM), sebagian besar dari mereka mendapatkan upah di bawah KFM atau
sebagai pekerja miskin. Tingginya jam kerja di sektor industri berkaitan dengan
tingkat upah yang rendah dan memaksa mereka untuk menambah jam kerja. Hal ini
mengesankan strategi untuk meningkatkan output (produktivitas) di sektor industri ditempuh dengan menekan
jumlah tenaga kerja dan meningkatkan jam kerja.
Nampaknya kecenderungan pergeseran tenaga kerja lebih mengarah pada
lapangan usaha yang mudah dimasuki, tidak memerlukan persyaratan umur, pendidikan,
keahlian dan modal, sehingga kenaikan produktivitasnya rendah. Lapangan usaha
demikian tampak pada lapangan usaha perdagangan dan jasa yang diduga paling
banyak aktivitas informalnya. Pengamatan data secara cermat dan dalam waktu
relatif panjang, sektor yang produktivitasnya cukup berarti (sektor industri)
tidak mudah dimasuki para pekerja. Berdasarkan perkiraan, elastisitas
kesempatan kerja sektor industri mencapai angka terendah (-0,1) dibandingkan
dengan sektor yang lain (PPK-UGM, 1990;38). Agaknya banyak investasi yang
relatif padat modal yang mampu meningkatkan produksi dan produktivitas pekerja
tetapi tidak diimbangi dengan penyerapan yang tinggi.
Berikut gambaran tingakat produktivitas provinsi
tertinggi dan terendah menurut ranking yang dikeluarkan oleh kementerian tenaga
kerja dan transmigrasi tahun 2011.
Gambar 1.9
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Jakarta
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Gambar 1.10
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Nusa Tenggara
Timur
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
6.
Hubungan
Industrial
Pembangunan ekonomi yang terjadi sampai saat ini disertai oleh
perubahan struktural dalam perekonomian kearah yang lebih bersifat non agraris
yang juga berdampak terhadap struktur
lapangan kerja dan kesempatan kerja di Indonesia. Andil sektor pertanian
terhadap produksi nasional (PDB) cenderung terus menurun digantikan oleh sektor perdagangan
dan jasa-jasa serta sector industri yang mengalami peningkatan yang cukup
berarti. Perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri
banyak disoroti para ekonom sebagai salah satu gejala pokok dari peningkatan
produktivitas dan pendapatan angkatan kerja (Manning, 1990; 388).
Dengan semakin banyaknya para tenga kerja yang
bergerak menuju sektor industri, maka hubungan industrial yang terjalin anatara
perusahaan dengan tenaga kerja harus dapat dipelihara dengan baik agar tujuan
kedua belah dapat tercapai. Dimana perusahaan menginginkan produktivitas yang
maksimum sedangakan para tenaga kerja ingin mendapatkan tingkat kesejahteraan
yang tinggi.
Berikut akan disajikan gambaran provinsi yang memiliki tingkat hubungan
industrial yang tertinggi dan terendah
Gambar 1.11
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Sumatera
Selatan
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Gambar 1.12
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Papua Barat
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
7.
Kondisi
Lingkungan Kerja
Kondisi lingkungan kerja yang kondusif akan
membuat tenaga kerja dapat menikmati apa yang sedang dikerjakannya. Kondisi
yang kondusif bukan hanya tanggung jawab bagi perusahaan semata tetapi juga
harus adanya andil dari para tenaga kerja bagaimana cara mencerminkan
lingkungan yang kondusif di tempat kerja antar sesama para tenaga kerja.
Masih maraknya demo yang dilakukan oleh para
buruh, kecelakaan di lingkungan kerja, tindakan anarki yang dilakukan oleh para
buruh merupakan cerminan bahwa kondisi dalam lingkungan kerja kurang begitu
kondusif bagi kedua belah pihak. Berikut akan disajikan gambaran kondisi
lingkungan kerja yang terdapat di tanah dari ranking tertinggi dan terendah
Gambar 1.13
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Riau
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Gambar 1.14
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Sulawesi
Selatan
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
8.
Pengupahan
dan Kesejahteraan Pekerja
Masalah pengupahan dan kesejahteraan pekerja
merupakan masalah klasik bagi perusahaan dan para tenga kerja. Para tenaga
kerja menuntut kenaikan upah dengan berbagai fasilitas, sedangkan para pemilik
perusahaan menginginkan upah yang seminim mungkin dengan tingkat produktivitas
yang tinggi agar mendapatkan keuntungan yang melimpah.
Tidak sedikit dari permasalahan ini yang membuat
kedua belah pihak bertikai yang akhirnya apabila kaum buruh kurang begitu kuat
dlam beberapa argumennya, mereka akan mengalami kekalahan dan tunduk terhadap
para pemilik perusahaan. Akan tetapi apabila memang peran buruh penting dan
sentral bagi persahaan, permintaan kaum buruhpun akan di kabulkan. Itulah
sekelumit masalah pengupahan dan kesejahteraan pekerja di Indonesia. Berikut
akan disajikan beberapa gambaran provinsi yang memiliki pengupahandan
kesejahteraan tertinggi dan terendah.
Gambar 1.15
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Gambar 1.16
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Maluku Utara
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
9.
Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
Berbicara jaminan sosial tenaga kerja terasa
begitu asing di dengar bagi para tenaga kerja kelas bawah dan perusahaan
menengah kecil. Di Indonesia jaminan sosial tenga kerja yang benar – benar
layak masih sangat sulit di dapat. Kebanyakan jaminan sosial tenga kerja yang
layak hanya ditemui di perusahaan – perusahan besar atau multinasional. Sangat
ironi memang melihat kenyataan seperti ini, berikut adalah gambaran provinsi
yang memiliki jaminan sosial tenaga kerja yang tertinggi dan terendah yang
terdapat di nusantara.
Gambar 1.17
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Banten
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Gambar 1.18
Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan
Provinsi Maluku Utara
Tahun 2011
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Langganan:
Postingan (Atom)